Minggu, 23 Mei 2010

Al fatihah 5

5 Hanya Engkaulah yang kami
sembah dan hanya kepada
Engkaulah kami mohon
pertolongan.(QS. 1:5)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun
Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG /
Surah Al Faatihah 5
َكاَّيِإ ُدُبْعَن
َكاَّيِإَو
ُنيِعَتْسَن )5(
Di dalam ayat-ayat yang telah
disebutkan empat macam dari sifat-
sifat Tuhan, yaitu:
Pendidik semesta alam
Maha Pemurah
Maha Penyayang
Dan Yang menguasai hari
pembalasan.
Sifat-sifat yang disebutkan itu adalah
sifat-sifat kesempurnaan yang
hanya Allah sajalah yang
mempunyainya. Sebab itu pada
ayat ini Allah mengajarkan kepada
hamba-Nya bahwa Allah sajalah
yang patut disembah, dan kepada-
Nya sajalah seharusnya manusia
memohonkan pertolongan, dan
bahwa hamba-Nya haruslah
mengikrarkan yang demikian itu.
"Iyyaka" (hanya kepada Engkaulah).
Susunan ayat-ayat ini membawa
pengertian "pengkhususan" yaitu
pengkhususan "ibadah" kepada
Allah.
Jadi arti ayat ini: "Kepada Engkau
sajalah kami tunduk dan berhina
diri, dan kepada Engkau sajalah kami
memohonkan suatu pertolongan".
Pertolongan yang khusus
dimohonkan kepada Allah ialah
tentang sesuatu yang di luar
kemampuan dan kekuasaan
manusia.
"Iyyaka" dalam ayat ini diulang dua
kali, gunanya untuk menegaskan
bahwa ibadat dan isti`anah itu
masing-masing khusus dihadapkan
kepada Allah. Selain dari itu untuk
dapat mencapai kelezatan munajat
(berbicara) dengan Allah. Karena
bagi seorang hamba Allah yang
menyembah dengan segenap jiwa
dan raganya tak ada yang lebih
nikmat dan lezat pada perasaannya
daripada bermunajat dengan Allah.
Baik juga diketahui bahwa dengan
memakai "Iyyaka" itu berarti
menghadapkan pembicaraan
kepada Allah, dengan maksud
menghadirkan Allah swt. dalam
ingatan, seakan-akan Dia berada di
muka kita, dan kepada-Nya
dihadapkan pembicaraan dengan
khusyuk dan tawaduk. Seakan-akan
kita berkata:
"Ya Allah, Zat yang wajibul wujud.
Yang bersifat dengan segala sifat
kesempurnaan. Yang menjaga dan
memelihara semesta alam. Yang
melimpahkan rahmat dan karunia-
Nya dengan berlipat ganda. Yang
berkuasa di hari pembalasan.
Engkau sajalah yang kami sembah,
dan kepada Engkau sajalah kami
meminta pertolongan. Karena hanya
Engkau yang berhak disembah dan
hanya Engkau yang dapat
menolong kami".
Dengan cara yang seperti itu orang
akan lebih khusyuk di dalam
menyembah Allah dan lebih
tergambar kepadanya kebesaran
Yang disembahnya itu.
Inilah yang dimaksud oleh
Rasulullah saw. dengan sabdanya:
نأ دبعت هللا كنأك هارت
Artinya:
Hendaklah engkau menyembah
Allah itu seakan-akan engkau
melihat-Nya. (H.R Bukhari dan
Muslim dari Umar bin Khattab)
Karena surah Al-Fatihah
mengandung ayat munajat
(berbicara) dengan Allah menurut
cara yang diterangkan merupakan
rahasia diwajibkan membacanya
tiap-tiap rakaat dalam salat, karena
itu jiwanya ialah munajat dengan
menghadapkan diri dan
memusatkan ingatan kepada Allah.
"Na'budu" pada ayat ini didahulukan
menyebutkannya dari "nasta`iinu",
karena menyembah Allah itu adalah
suatu kewajiban manusia terhadap
Tuhannya. Tetapi pertolongan dari
Tuhan kepada seseorang hamba-
Nya adalah hak hamba itu. Maka
seakan-akan Tuhan mengajar
hamba-Nya supaya menunaikan
kewajibannya lebih dahulu, sebelum
ia menuntut haknya.
Melihat kata-kata "na`budu" dan
"nasta`iinu" (kami menyembah,
kami minta tolong), bukan a`budu"
dan "asta`iinu" (saya menyembah
dan saya minta tolong) adalah untuk
memperlihatkan kelemahan
manusia itu, dan tidak selayaknya
mengemukakan dirinya seorang
saja dalam menyembah dan
memohon pertolongan kepada
Allah, seakan-akan penunaian
kewajiban beribadat dan
permohonan pertolongan kepada
Allah itu belum lagi sempurna
kecuali kalau dikerjakan dengan
bersama-sama.
Kedudukan tauhid di dalam ibadat
dan sebaliknya
Arti "ibadat" sebagai disebutkan di
atas ialah tunduk dan berhina diri
kepada Allah, yang disebabkan oleh
kesadaran bahwa Allah yang
menciptakan alam ini, Yang
menumbuhkan, Yang
mengembangkan, Yang menjaga
dan memelihara serta Yang
membawanya dari suatu keadaan
kepada keadaan yang lain hingga
tercapai kesempurnaannya.
Tegasnya ibadat itu timbulnya dari
perasaan tauhid, maka orang yang
suka memikirkan keadaan alam ini,
yang memperhatikan perjalanan
bintang-bintang, kehidupan
tumbuh-tumbuhan, binatang dan
manusia, bahkan yang mau
memperhatikan dirinya sendiri,
yakinlah dia bahwa di balik alam
yang zahir ada Zat yang gaib yang
mengendalikan alam ini, yang
bersifat dengan segala sifat
kesempurnaan, yakni Dialah Yang
Maha Kuasa, Maha Pengasih, Maha
Mengetahui dan sebagainya. Maka
tumbuhlah dalam sanubarinya
perasaan bersyukur dan berutang
budi kepada Zat Yang Maha Kuasa,
Maha Pengasih dan Maha
Mengetahui itu.
Perasaan inilah yang menggerakkan
bibirnya untuk menuturkan puji-
pujian, dan yang mendorong jiwa
dan raganya untuk menyembah
dan berhina diri kepada Allah Yang
Maha Kuasa itu sebagai pernyataan
bersyukur dan membalas budi
kepada-Nya.
Tetapi ada juga manusia yang tidak
mau berpikir, dan selanjutnya tidak
sadar akan kebesaran dan
kekuasaan Tuhan, sering
melupakan-Nya, sebab itulah maka
tiap-tiap agama disyariatkan
bermacam-macam ibadat, gunanya
untuk mengingatkan manusia
kepada kebesaran dan kekuasaan
Allah itu.
Dengan keterangan ini kelihatanlah
bahwa tauhid dan ibadat itu
pengaruh-mempengaruhi dengan
arti tauhid menumbuhkan ibadat
dan ibadat memupuk tauhid.
Pengaruh ibadat terhadap jiwa
manusia
Tiap-tiap ibadat yang dikerjakan
karena didorong oleh perasaan yang
disebutkan itu, niscaya ada
kesannya kepada tabiat dan budi
pekerti orang yang beribadat itu.
Umpamanya orang yang
mendirikan salat karena sadar akan
kebesaran dan kekuasaan Allah, dan
didorong oleh perasaan bersyukur
dan berutang budi kepada-Nya,
akan terjauhlah dia dari perbuatan-
perbuatan yang tidak baik, yang
dilarang Allah. Dengan demikian
salatnya itu akan mencegahnya dari
mengerjakan perbuatan-perbuatan
yang tidak baik itu, sesuai dengan
firman Allah swt.:
َّنِإ َةاَلَّصلا
ىَهْنَت ِنَع
ِءاَشْحَفْلا
Artinya:
Sesungguhnya salat itu mencegah
dari perbuatan keji dan mungkar.
(Q.S Al Ankabut: 45)
Begitu juga ibadat puasa. Ibadat ini
akan menimbulkan perasaan cinta
dan kasih sayang terhadap orang-
orang yang melarat dan miskin
pada diri orang yang berpuasa itu.
Dan seterusnya dengan ibadat-
ibadat yang lain. Tetapi ibadat yang
bukan ditimbulkan oleh keyakinan
kepada kebesaran dan kekuasaan
Allah, dan bukan pula didorong oleh
perasaan bersyukur dan berutang
budi kepada Allah itu, hanya karena
turut-turutan, atau karena
memelihara tradisi yang sudah
turun-temurun, bukanlah ibadat
yang sebenarnya, dan kendatipun
dia mempunyai rupa dan bentuk
ibadat, tetapi tidak ada mempunyai
jiwa ibadat itu, tak ubahnya dengan
gambar atau patung, bagaimana
pun juga miripnya dengan manusia,
tidaklah dinamai manusia.
Selanjutnya ibadat yang semacam
itu tidak ada kesan dan buahnya
kepada tabiat dan akhlak orang yang
beribadat itu.
Berusaha berdoa dan bertawakal
"Isti`anah" (memohon pertolongan)
sebagai disebutkan di atas khusus
dihadapkan kepada Allah, dengan
arti bahwa tidak ada yang berhak
dimohonkan pertolongannya kecuali
Allah.
Dalam pada itu, pada ayat yang lain
Allah menyuruh manusia bertolong-
tolongan dalam mengerjakan
kebaikan. Allah berfirman:
اوُنَواَعَتَو ىَلَع
ِّرِبْلا
ىَوْقَّتلاَو
Artinya:
Dan tolong-menolonglah kamu
dalam (mengerjakan) kebaikan dan
takwa. (Q.S Al Ma'idah: 2)
Adakah pertentangan antara dua
ayat itu? Tidak
Tercapainya sesuatu maksud, atau
terlaksananya suatu pekerjaan
dengan baik adalah tergantung
kepada cukupnya syarat-syarat
yang dibutuhkan dalam
melaksanakan pekerjaan itu, dan
tidak adanya rintangan-rintangan
yang akan menghalanginya.
Manusia telah diberi Allah tenaga,
baik yang berupa pikiran maupun
yang berupa kekuatan tubuh, untuk
dipakai guna mencukupkan syarat-
syarat, atau menolak rintangan-
rintangan dalam menuju suatu
maksud, atau mengerjakan sesuatu
pekerjaan. Tetapi ada di antara
syarat-syarat itu yang tidak kuasa
manusia mencukupkannya,
sebagaimana di antara rintangan itu
ada yang di luar kekuasaan manusia
menolaknya. Begitu pula ada di
antara syarat-syarat itu atau di
antara halangan-halangan itu yang
tidak dapat diketahui. Maka
kendatipun menurut pikirannya dia
telah mencukupkan semua syarat-
syarat yang diperlukan, dan telah
menjauhkan semua rintangan-
rintangan yang menghalangi, tetapi
hasil pekerjaannya itu belum lagi
sebagai yang dicita-citakannya. Jadi
ada hal-hal yang tidak masuk dalam
batas kekuasaan dan kemampuan
manusia. Itulah yang dimintakan
pertolongan khusus kepada Allah.
Sebaiknya tentang sesuatu yang
termasuk dalam batas kekuasaan
dan kemampuan manusia, dia
disuruh bertolong-tolongan, supaya
tenaga menjadi kuat, dan agar ada
pada masing-masing manusia sifat
cinta-mencintai, harga-menghargai,
dan gotong-royong.
Dengan perkataan lain, manusia
disuruh Allah berusaha dengan
sekuat tenaga, dan disuruh tolong-
menolong, bantu-membantu. Di
samping menjalankan ikhtiar dan
usahanya itu, dia harus pula berdoa,
memohon taufik, hidayah dan
ma`unah. Ini hendaknya
dimohonkannya khusus kepada
Allah, karena hanyalah Dia yang
kuasa memberinya. Sesudah itu
semua, barulah dia bertawakal
kepada-Nya.
Ibadat itu sendiri pun sesuatu
pekerjaan yang berat, sebab itu
haruslah dimintakan ma`unah dari
Allah supaya semua ibadat
terlaksana sebagai yang dimaksud
oleh agama. Maka seseorang
menuturkan bahwa hanya kepada
Allahlah kita beribadat, diikuti lagi
dengan pernyataan bahwa kepada-
Nya saja minta pertolongan,
terutama pertolongan agar amal
ibadat terlaksana sebagaimana
mestinya. Ayat di atas, sebagai telah
disebutkan, mengandung tauhid,
karena beribadat semata-mata
kepada Allah dan meminta ma`unah
khusus kepada-Nya, adalah intisari
agama, dan kesempurnaan tauhid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar