Sabtu, 22 Mei 2010

Al fatihah 3-4

3 Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang.(QS. 1:3)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun
Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG /
Surah Al Faatihah 3
ِنَمْحَّرلا
ِميِحَّرلا )3(
Pada ayat dua di atas Allah swt.
menerangkan bahwa Dia adalah
Tuhan semesta alam. Maka untuk
mengingatkan hamba kepada
nikmat dan karunia yang berganda-
ganda, yang telah dilimpahkan-Nya,
serta sifat dan cinta kasih sayang
yang abadi pada diri-Nya, diulang-
Nya sekali lagi menyebut "Ar-
Rahmanir Rahim". Yang demikian itu
supaya lenyap dari pikiran mereka
gambaran keganasan dan kezaliman
seperti raja-raja yang dipertuan,
yang bersifat sewenang-wenang.
Allah mengingatkan dalam ayat ini
bahwa sifat ketuhanan Allah
terhadap hambanya bukanlah sifat
keganasan dan kezaliman, tetapi
berdasarkan cinta dan kasih sayang.
Dengan demikian manusia akan
mencintai Tuhannya, dan
menyembah Allah dengan hati yang
aman dan tenteram bebas dari rasa
takut dan gelisah. Malah dia akan
mengambil pelajaran dari sifat-sifat
Tuhan. Dia akan mendasarkan
pergaulan dan tingkah lakunya
terhadap manusia sesamanya, atau
pun terhadap orang yang di bawah
pimpinannya, malah terhadap
binatang yang tak pandai berbicara
sekalipun atas sifat cinta dan kasih
sayang itu.
Karena dengan jalan demikianlah
manusia akan mendapat rahmat
dan karunia dari Tuhannya.
Rasulullah saw. Bersabda:
امنإ محري هللا نم هدابع
ءامحرلا
Artinya:
Sesungguhnya Allah kasih sayang
kepada hamba-hamba-Nya yang
pengasih.(H.R Tabrani)
نومحارلا مهمحري نمحرلا
كرابت و يلاعت اومحرا نم
يف ضرألا مكمحري نم يف
ءامسلا
Artinya:
Orang-orang yang kasih sayang
Tuhan yang Rahman Tabaraka wa
Taala akan kasih sayang kepadanya.
(Oleh karena itu) kasih sayanglah
kamu semua kepada semua
makhluk yang di bumi niscaya
semua makhluk yang di langit akan
kasih sayang kepada kamu semua.
(H.R Ahmad, Abu Daud At Tarmizi
dan Al Hakim)
Dan sabda Rasulullah saw:
نم محر ولو ةحيبذ روفصع
همحر هللا موي ةمايقلا
Artinya:
Barang siapa (orang) yang kasih
sayang meskipun kepada seekor
burung (pipit) yang disembelih,
Allah kasih sayang kepadanya pada
hari kiamat. (H.R Bukhari)
Maksud hadis tersebut ialah pada
waktu menyembelih burung itu
dengan sopan santun umpamanya
dengan pisau yang tajam.
Dapat pula dipahami dari urutan kata
"Ar-Rahman", "Ar-Rahim" itu,
bahwa penjagaan, pemeliharaan
dan asuhan Tuhan terhadap
semesta alam, bukanlah lantaran
mengharapkan sesuatu dari alam
itu, hanya semata-mata karena
rahmat dan belas kasihan daripada-
Nya.
Boleh jadi ada yang terlintas pada
pikiran orang, mengapa Tuhan
mengadakan peraturan-peraturan
dan hukum-hukum, dan
menghukum orang-orang yang
melanggar peraturan-peraturan itu?
Keragu-raguan ini akan hilang bila
diketahui bahwa Allah swt.
mengadakan peraturan-peraturan
dan hukum-hukum, begitu juga
menyediakan azab di akhirat atau di
dunia untuk hamba-Nya yang
melanggar peraturan-peraturan dan
hukum-hukum itu, bukanlah
berlawanan dengan sifat Tuhan
Yang Maha Pemurah dan Maha
Penyayang, karena peraturan dan
hukum itu rahmat dari Tuhan;
begitu pula azab dari Allah terhadap
hamba-Nya yang melanggar
peraturan-peraturan dan hukum-
hukum itu sesuai dengan keadilan.
4 Yang menguasai hari
pembalasan.(QS. 1:4)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun
Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG /
Surah Al Faatihah 4
ِكِلاَم ِمْوَي
ِنيِّدلا )4(
Sesudah Allah swt. menyebutkan
beberapa sifat-Nya, yaitu: Tuhan
semesta alam, Yang Maha Pemurah,
Maha Penyayang, maka diiringi-Nya
dengan menyebutkan satu sifat-Nya
lagi, yaitu menguasai hari
pembalasan.
"Malik" berarti "Yang Menguasai"
Ada dua macam bacaan berkenaan
dengan "Malik", pertama dengan
memanjangkan "Maa", kedua
dengan memendekkannya. Menurut
bacaan yang pertama, "Maalik"
artinya: Yang memiliki (yang
empunya). Sedang menurut bacaan
yang kedua, artinya: Raja; kedua-dua
bacaan itu dibolehkan.
Baik menurut bacaan yang pertama,
atau pun bacaan yang kedua, dapat
dipahami dari kata itu arti "berkuasa"
dan bertindak dengan sepenuhnya.
Sebab itulah maka diterjemahkan
dengan: "Yang menguasai". "Yaum",
(hari) artinya, tetapi yang dimaksud
di sini ialah waktu secara mutlak.
"Ad-Din" itu banyak artinya, di
antaranya:
1.Perhitungan
2.Ganjaran, pembalasan
3.Patuh
4.Menundukkan
5.Syariat, agama
Yang selaras di sini ialah dengan arti
"pembalasan". Jadi "Maaliki
yaumiddin" maksudnya "Tuhan
itulah yang berkuasa dan yang
dapat bertindak dengan sepenuhnya
terhadap semua makhluk-Nya pada
hari pembalasan itu".
Sebetulnya pada hari kemudian itu
banyak hal-hal yang terjadi, yaitu
hari kiamat, hari berbangkit, hari
berkumpul, hari perhitungan, hari
pembalasan, tetapi pembalasan
sajalah yang disebut oleh Tuhan di
sini, karena itulah yang terpenting.
Yang lain dari itu, umpamanya
kiamat, berbangkit dan seterusnya,
pendahuluan dari pembalasan itu,
apalagi untuk targib dan tarhib
(menarik dan menakuti) dengan
menyebut "hari pembalasan" itulah
yang lebih tepat.
Hari akhirat menurut pendapat akal
(filsafat)
Kepercayaan tentang adanya hari
akhirat, yang di hari itu akan
diadakan perhitungan terhadap
perbuatan manusia di masa
hidupnya dan diadakan pembalasan
yang setimpal, adalah suatu
kepercayaan yang sesuai dengan
akal.
Sebab itu adanya hidup yang lain,
sesudah hidup di dunia ini bukanlah
saja ditetapkan oleh agama, malah
juga ditunjukkan oleh akal.
Seseorang yang mau berpikir tentu
akan merasa bahwa hidup di dunia
ini belumlah sempurna, perlu
disambung dengan hidup yang lain.
Alangkah banyaknya hidup di dunia
ini orang yang teraniaya telah
pulang ke rahmatullah sebelum
mendapat keadilan. Alangkah
banyaknya orang yang berjasa, biar
kecil atau besar, belum mendapat
penghargaan terhadap jasanya.
Alangkah hanyaknya orang yang
telah berusaha, memeras keringat
dan peluh, membanting tulang
tetapi belum sempat lagi merasa
buah usahanya itu. Sebaliknya,
alangkah banyaknya penjahat-
penjahat, penganiaya, pembuat
onar yang tak dapat dipegang oleh
pengadilan di dunia ini. Lebih-lebih
kalau yang melakukan kejahatan
atau aniaya itu orang yang berkuasa
sebagai raja, pembesar dan lain-lain.
Maka biar pun kejahatan dan aniaya
itu telah meratai bangsa seluruhnya
tiadalah digugat orang, malah dia
tetap dipuja dan dihormati. Victor
Hugo (1802-1885) pernah menyindir
keadaan ini dengan katanya,
"Membunuh seorang manusia
dalam rimba adalah satu dosa yang
tak dapat diampuni, tetapi
membunuh suatu bangsa
seluruhnya adalah satu soal yang
masih dapat dipertimbangkan."
Maka di manakah akan didapat
gerangan keadilan itu, kalau tidak
ada nanti mahkamah yang lebih
tinggi, yaitu mahkamah Allah di hari
kemudian.
Sebab itu ahli-ahli pikir dari zaman
dahulu telah ada yang sampai
kepada kepercayaan tentang adanya
hari akhirat itu, semata-mata dengan
jalan berpikir. Antara lain
Pythagoras; filosof ini berpendapat
bahwa hidup di dunia ini persediaan
hidup yang abadi di akhirat kelak.
Sebab itu semenjak dari dunia
hendaklah orang bersedia untuk
hidup yang abadi ini. Socrates, Plato
dan Aristoteles, "Jiwa yang baik akan
merasai kenikmatan dan kelezatan di
akhirat, tetapi bukan kelezatan
kebendaan, karena kelezatan
kebendaan itu terbatas dan
mendatangkan bosan dan jemu.
Hanya kelezatan rohani yang
bagaimana pun banyak dan
lamanya, tiadalah menyebabkan
bosan dan jemu."
Kepercayaan Bangsa Arab Sebelum
Islam tentang hari akhirat
Di antara bangsa Arab sebelum
datang agama Islam didapati
beberapa ahli pikir dan pujangga-
pujangga yang telah mempercayai
adanya hari kemudian itu.
Umpamanya Zuhair bin Abu Sulma
yang meninggal dunia setahun
sebelum Nabi Muhammad saw.
diutus Allah. Pujangga ini pernah
berkata yang artinya:
Sesuatu pekerti atau perbuatan
seseorang yang menurut
dugaannya tidak diketahui orang,
pasti diketahui juga oleh Tuhan.
Sebab itu janganlah disembunyikan
kepada Allah sesuatu yang ada pada
dirimu, karena bagaimanapun kamu
menyembunyikan, niscaya Allah
akan mengetahuinya.
Dilambatkan membalasnya, maka
ditulislah dalam buku disimpan
sampai "hari perhitungan", atau
disegerakan maka diberi balasan. \s
Ada pula di antara mereka yang
tidak mempercayai adanya hari
kemudian itu. Dengarlah apa yang
dikatakan oleh salah seorang penyair
mereka:
"Hidup, sudah itu mati, sudah itu
dibangkit lagi, itulah cerita dongeng
hai fulan".
Karena itu, datanglah agama Islam
membawa kepastian tentang
adanya hari kemudian. Di hari akan
dihisab semua perbuatan yang telah
dikerjakan manusia selama
hidupnya biar pun besar atau kecil.
Allah swt. berfirman:
ْنَمَف ْلَمْعَي
َلاَقْثِم ٍةَّرَذ
اًرْيَخ ُهَرَي )7(
ْنَمَو ْلَمْعَي
َلاَقْثِم ٍةَّرَذ
اًّرَش ُهَرَي )8(
Artinya:
Barang siapa yang mengerjakan
kebaikan seberat zarrah pun niscaya
dia akan melihat (balasan)nya. Dan
barang siapa mengerjakan kejahatan
seberat zarah pun niscaya akan
melihat (balasan)nya pula. (Q.S Az
Zalzalah: 7-8)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar